Setelah beberapa waktu menyelesaikan pemetaan DNA kepribadian1–berkat Si Mbah–akhirnya kuputuskan untuk melaluinya sekali lagi!
Kurang kerjaan ya…? Mmmm… sama sekali tidak! Hanya mau membuktikan bahwa kepribadian seseorang bisa berubah sesuai kondisi lingkungan, emosi, dan fisik.
Timingnya juga pas! Kalo gak salah, waktu pertama ambil sekitar tengah malam lewat (menggambarkan waktu dan juga suasana = hening dan tenang) , kondisi fisik oke, emosi tentu saja stabil seperti biasa.
Berbeda dengan saat ambil tes yang kedua ini; masih malam, tapi belum tengah malam, sekitar pukul 21. Suasana? Si bungsu bikin tugas di kamar dan sesuai teori gaya belajar #2, mengalunlah “Welcome to the Black Parade” dan “Selamat Tinggal Kekasih Terbaik”, pastinya diiringi gumaman gak jelas nyanyian-nyanyian kecil. Kondisi fisik: pemulihan dari batuk-flu dan sedikit migrain (penyebab bisa ditemukan di kalimat sebelumnya). Emosi… cukup stabil (berkat kemampuan menekan efek dari dua kalimat sebelumnya).
Hasil tes membuktikan teori di atas… SALAH!
Tes sekali lagi… tetap SALAH!
Kesimpulan pertama “penelitian” sederhana ini: Sebuah subjek tetap akan menampilkan sifat-sifat dasarnya, walau diaplikasikan pengkondisian yang berbeda-beda pada lingkungannya.
Pemetaan kepribadian menghasilkan dua bagian; sifat eksternal yang menggambarkan kepribadian subjek dalam hubungannya dengan subjek lain, dan sifat internal yang merupakan gambaran karakter dasar. Ada sebuah kasus sampel di mana sifat pertama bisa berubah tapi tidak untuk sifat keduanya.
Kesimpulan kedua: Seandainya terjadi, perubahan sifat subjek akan berlangsung pada tingkat pertama, yang berhubungan dengan faktor eksternal subjek dan bukan pada tingkat kedua yang berkaitan dengan sifat internalnya.
Kesimpulannya: kamu adalah kamu!
- Baca hasil pemetaan di sini, yang sudah dipublikasikan di sini (dan kalo kesel kenapa semuanya dalam bahasa Inggris, silahkan baca ini). ↩